Buscar

Selamat sore para bloggers, lama sekali saya tak ngepost apapun. Kali ini saya akan ngepost tentang cerita karangan saya sendiri, sebenarnya sudah pernah saya post. Tapi dengan sedikit bumbu gubahan cerita   untuk baca. Selamat membaca :)
TETANGGAKU “MISTERIUS”
   Sylvia Dewi Ratnaningrum


        Halo, namaku Mitha Divani. Hari ini adalah hari yang baru buatku. Betapa tidak, kini aku sudah berada di tempat yang berbeda dari hari kemarin. Ya, aku pindah rumah. Awalnya aku tinggal di kota Pahlawan, Surabaya. Namun, pekerjaan ayahku sebagai seorang tentara mengharuskan kami sekeluarga pindah ke tempat baru di mana ia ditugaskan. Tempat baru itu ialah Makassar, yang merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
      Makassar bagiku adalah kota yang tak kalah padat dengan Surabaya meskipun berada di Indonesia bagian timur. Bandaranya  yaitu Bandara Sultan Hasanuddin sudah berstandar internasional, yang tak semua bandara di pulau Jawa memilikinya. Oh iya, salah satu tempat yang paling ingin kukunjungi di kota ini adalah Pantai Losari. Selama ini aku hanya melihatnya di televisi, sebagai destinasi wisata di Makassar yang indah. Dan akhirnya kini aku bisa melihat dan menikmati keindahannya secara langsung.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan dari bandara, akhirnya kami tiba di rumah baru kami. Walaupun tidak besar dan berada di kompleks perumahan yang sederhana, namun bagiku rumah ini sudah sangat sempurna untukku, kedua orang tuaku, dan kakakku, Ahmad. Bentuknya yang minimalis dengan kolam ikan kecil dan taman di halaman depan membuatku merasa akan nyaman dan betah di rumah ini.
Suasana sekitar rumahku sangat tenang dan sunyi. Deretan rumah di kompleksku kembar, tetapi memiliki ciri tersendiri untuk membedakan rumah yang satu dengan yang lain. Ada yang berlainkan warna cat, ada yang memiliki ayunan di depan rumah, ada yang memiliki mobil, dan yang terpenting, nomor rumah yang biasanya di tulis di pagar. Nomor rumahku adalah B14, kebetulan sekali, aku lahir tanggal 1 April, rumah ini sepertinya memang ditakdirkan untuk kuhuni bersama keluargaku.
Rumah B7, yang berada tepat di depan rumahku dimiliki oleh tetangga yang sangat baik. Ia adalah Ibu Yeti, guru muda sekolah dasar yang jaraknya tidak jauh dari pintu masuk di kompleks perumahan ini. Begitu kami datang, beliau tampak antusias menyambut kami. Bahkan beliau membawakan pisang goreng yang masih panas, lengkap dengan cocolan sambal kelapa coklat tua yang sangat gurih. Wah, makanan khas Sulawesi pertama yang aku nikmati di sini. Nyam..Nyam..Nyam kebaikan Bu Yeti akan kubalas suatu saat nanti.
Tetangga sebelah, yaitu di rumah B15, dihuni oleh beberapa mahasiswa dari Universitas Hasanuddin. Namanya adalah Kak Joshua, Kak Arsyil, Kak Rahmat, dan Kak Hary. Kakakku, sepertinya tidak akan kesepian di lingkungan baru ini. Soalnya, ia tampak akrab dengan Kak Hary yang merupakan mahasiswa teknik sipil yang sudah semester 3. Kak Ahmad memang berniat mendaftar di jurusan teknik sipil Unhas tahun depan, begitu ia lulus dari sekolah menengah atas.
Lain halnya dengan tetanggaku sebelah yang satunya lagi, yaitu di rumah B13. Rumah tersebut tampak sunyi dan sedikit tidak terawat. Rumput di halamannya lebat tanda tak penah dipotong. Awalnya aku pikir tidak ada yang menghuninya. Namun, sepertinya aku salah karena di halaman rumah tersebut terparkir sebuah motor bebek keluaran tahun 90-an. Walaupun begitu, dinding sebelah rumah tersebut sangat indah, berlukiskan taman dengan bunga yang berwarna-warni. Mungkin penghuninya pintar dalam berkarya seni gumamku begitu melihat rumah tetanggaku.
Hari ini aku sangat lelah dengan kegiatan pindah rumah ini. Beberapa barang-barangku dari kamar yang lama telah aku tata di kamar baruku. Rapi sekali. Aku berbaring sejenak di tempat tidurku. Kulihat jam, ternyata telah pukul 3 siang. Karena kelelahan, aku tertidur pulas di kamar baruku.
Dalam tidurku aku bermimpi, melihat seseorang yang tak aku kenali yang berdiri di depan rumah nomor B13. Dia memakai pakaian serba hitam dan memegang sebuah tas besar yang juga berwarna hitam. Dia terlihat melototi ku. Aku memalingkan pandangan. Aku berbalik ke arahnya kembali, tetapi dia tak ada. Aku terbangun, aku sadar bahwa aku bermimpi. Aku pun melanjutkan tidurku.
Pagi sekali, aku lari pagi. Berkeliling di sekitar kompleks rumahku. Saat melewati rumah nomor B13, aku melihat seorang laki-laki duduk di teras rumahnya. Dia mirip seperti orang yang ada di dalam mimpiku semalam. Dia melihatku dengan tatapan yang tajam dan dalam. Dia seperti tidak menyukai kehadiranku. Aku segera berlari melewati rumah itu. Aku masih memikirkan laki-laki itu, dia kelihatan misterius dan tertutup.
Sore harinya, ibuku menyuruhku memberi bingkisan kepadan bu Yeti. Dengan langkah malas aku pergi ke rumah Bu Yeti, yang persis berada di depan rumahku.
“Assalamualaikum....Assalamualaikum bu..” aku mengucapkan salam seraya mengetuk pintu rumah bernomor B7 itu.
“Walaikumsalam dik..” jawab Bu Yeti
“Ini bu oleh-oleh dari Surabaya mohon diterima yah..” jawabku dengan nada malas
“Oh iya dik.. Makasih ya... Ayo masuk dulu...”
“Makasih bu, saya disini saja. Saya ingin bertanya, Bapak yang tinggal di rumah itu kenapa ya?” tanyaku sambil menunjuk rumah nomor B13 yang kelihatan sepi itu.
‘’Oh... Bapak itu namanya Pak Umar, Ibu juga kurang tahu. Dia sudah disini kira-kira 5 bulan yang lalu. Dia memang jarang bersosialisasi dengan tetangga sekitar sini, termasuk dengan ibu” kata Bu Yeti menjelaskan.
‘’Makasih bu... atas informasinya. Saya pamit dulu yah..’’ pamitku dengan mulai semangat
Akhirnya aku mendapatkan informasi tentang tetanggaku yang misterius itu. Ternyata dia bernama Pak Umar. Aku berlari menuju rumahku, dan terus memandangi rumah itu. Tanpa kusadari, aku menabrak seorang laki-laki yang tinggi dan besar. Karena ketakutan, aku berlari meninggalkan orang itu, tanpa menoleh kembali.
Setibanya dirumah, aku menceritakan kejadian ini kepada kakakku. Dia tak percaya dengan cerita Tetangga “Misterius” ku. Dia menuduhku hanya berkhayal atau korban sinetron. Walaupun itu sungguh nyata. Aku berlari menuju kamarku dengan penuh kesal, dengan keras aku membanting pintu kamarku. Aku masih merasa bingung dengan tetanggaku ini. Aku merenung di meja belajar. Saat merenung, tiba-tiba aku mendengar suara dari rumah tetanggaku Pak Umar. Terdengar suara kucing mengengong keras. Bulu kudukku mulai berdiri. Aku cemas, aku takut terjadi sesuatu di rumah itu. Beberapa menit kemudian suara itu berhenti diiringi dengan suara benda terjatuh. “Prakkk….” Ketakutan ku bertambah.
 Semalaman aku terjaga, memikirkan meongan kucing dan juga tetangga misterius itu. Apakah tetanggaku itu bekas narapidana atau pemburu hewan. Tanpa sadar aku tertidur memikirkan hal itu. Besoknya, aku berjalan saat sore hari. Ketika melewati rumah Pak Umar, aku tak sengaja melihat tempat sampah rumahnya. Terdapat kuas dan cat warna-warni. Aku mulai menemukan titik terangnya.  
Tiba-tiba ku dengar suara motor tua, aku pun segera bersembunyi di balik pohon. Ternyata Pak Umar mengendarai motornya dan pergi. Ia membawa tas besar hitamnya. Aku cepat-cepat  mengambil sepedaku berniat mengejarnya. Aku mengayuh kencang sepedaku. Keringatku mulai bercucuran. Akhirnya Pak Umar itu turun dari motornya di sebuah rumah ujung gang yang lumayan jauh dari kompleksku. Rumah itu megah dan besar. Kulihat dua orang berjaket hitam berdiri di depan rumah itu. Sepertinya kedua orang itu sudah menanti kedatangan Pak Umar.
Aku mengamati dari jauh Pak Umar dan dua orang berjaket hitam itu. Kulihat Pak Umar membuka tas hitamnya dan mengeluarkan sebuah bingkai lukisan yang lumayan besar dan memberikannya kepada penjaga itu. Salah satu penjaga itupun mengeluarkan  beberapa uang pecahan seratus ribu. Aku menghela napas, ternyata Pak Umar itu seorang Pelukis. Orang yang kucurigai sebagai seorang penjahat karena tingkahnya yang misterius hanyalah seseorang yang membutuhkan ketenangan dalam karyanya.